Amad, (bukan nama sebenarnya) walaupun sudah berumur 20 tahun, masih saja merengek pada ibunya yang hanya tukang masak di kampungnya di jogja ini untuk minta dibelikan celana jeans/levis. Amad mengatakan bahwa teman-teman kuliahnya semuanya memakai levis ketika kuliah. Ia ingin seperti mereka, agar terlihat ‘gaul’.
Jika di perhatikan, permintaan dan keinginan Amad memang bukan tanpa alasan. Ia terus ‘didesak’ oleh lingkungan untuk bisa selalu sejajar dengan mereka, contoh disini ialah celana jeans/levis. Memang jika di perhatikan, jenis celana ini, yang di populerkan oleh Amerika, sudah melekat kuat pada kehidupan masyarakat kita. Semua golongan pasti sudah memakainya. Mulai dari pemulung, supir bis kota, pedagang, mahasiswa sampai pedagang memakai jenis pakaian ‘belel’ ini. Fenomena ini menurut saya sudah mulai membengkak ketika tahun 2000. Trend busana ini terus mengalami perubahan jenis, mode dan bahan. Pada tahun 2007 ini, sepertinya celana ini mengalami ‘kenaikan’ penggemar. Hampir disetiap tempat, akan kita jumpai manusia-manusia yang telah memakai celana jeans dengan gaya dan mode yang baru ini.
Sebenarnya, jika kita perhatikan sejarahnya, celana berat ini dipakai oleh koboi dan memang dipopulerkan/di iklankan untuk golongan mereka. Tapi kenapa, seiring zaman berubah, konsumen celana ini pun berubah meluas.
Saya masih ingat perkataan kiayi di kampung saya dulu. Orang islam punya cirinya sendiri, orang kafir pun punya ciri sendiri pula. Begitupun dalam hal pakaian. Ia memisalkan jika pakaian dijadikan patokan identitas, mungkin ketika kita berjalan dan melihat orang memakai sarung dan baju songkok (misalnya), berarti ia adalah muslim. Namun ketika kita melihat orang dengan memakai celana jeans/levis dan baju kaos (misal) kita bisa ketahui bahwa ia orang dari luar kita sebagai islam, berarti ia non muslim.
Setelah saya pikir sekarang, ternyata memang ada benarnya juga perkataan kiayi di kampung saya itu, walau tidak sepenuhnya benar. Ketika sekarang, segala kebutuhan serba mendesak, ada hal sepele yang menggangu hidup kita yaitu pakaian. Untuk sebagian kalangan mungkin ini bukan masalah, tapi untuk kalangan lain?
Otak dan pikiran kita dijejali oleh media sehingga kita menjadi manusia yang konsumtif, yang katanya mengikuti trend yang sebenarnya lebih pantas disebut bangsa imitasi, dan akhirnya mau tidak mau kita harus bisa mengikuti ‘paksaan’ dari luar tersebut. Akhirnya kita ikuti trend busana yang sesungguhnya milik orang Amerika tersebut. Akhirnya kita ikut larut dalam arus konsumerisme yang menganut trend busana. Akhirnya Amad dibelikan celana jeans oleh ibunya, walau uang tersebut harus mengutang dari tetangganya.
0 komentar:
Post a Comment