29 April 2009

FENOMENA HOT PANTS


Kalau saja ada yang berpendapat bahwa pakaian (fashion) berfungsi melindungi tubuh dari ganasnya alam, mungkin ada benarnya juga. Tapi kalau ada yang menyatakan bahwa pakaian juga berfungsi melindungi dari ganasnya pandangan laki-laki, benarkah?


Beberapa bulan belakangan ini ane "dipusingkan" oleh kaum hawa di yogya yang sedang gencar-gencarnya memakai hot pants (celana yang pendek sekali). Sebagai laki-laki, kenapa ane pusing? Karena setiap melihat itu, gelombang otak ane langsung meningkat dan suhu tubuh ane juga bertambah (normalkah ane?). ane jadi bertanya-tanya, bukankah hot pants dikenakan oleh perempuan bukan melulu untuk melindungi tubuh?! Melainkan juga untuk mempertontonkan bagian tubuh yang lain kepada ganasnya pandangan laki-laki?! Tapi kadang juga ane berpikir, kalau saja ada perempuan yang meskipun merasa risih memakai hot pants, tetapi tetap nekad memakainya, itu artinya dia buta terhadap hakikat hot pants yang mempertontonkan itu.

Mengenakan hot pants berarti menerima konsekuensi untuk percaya diri bahwa (keindahan) tubuhnya memang layak tonton! Jangan pake hot pants bila masih 'malu-malu' gadis timur atau karena kurang pede dengan kelebihan estetik bagian-bagian tubuhnya (jangan-jangan banyak bisul & korengnya, mungkin).


Sebenarnya, hot pants dan pakaian-pakain seksis lainnya itu tidak bisa dilepaskan dari konteks kulturnya yang nota bene hasil rekayasa kaum lelaki (masuk wilayah gender, nih) kultur yang kita hidup didalamnya memang merupakan seperangkat symbol yang di konstruk oleh manusia-manusia lelaki, termasuk fashion, trend fashion 2009, dll. Dan kalau di perhatikan, ternyata lagi-lagi perempuan menjadi OBJEK (yang dirugikan) disini, karena perempuan dijadikan sebagai objek kepentingan bisnis laki-laki (itu diluar "keuntungan pandangan gratis" bagi laki-laki). Tapi di luar itu semua, hot pants atau bukan, esensinya sama saja, pakaian perempuan: membungkus bagian tertentu sekaligus menonjolkan bagian yang lain, menutupi bagian tertentu sekaligus mempertontonkan bagian lainnya. Hh….


Akhirnya, ane belum sampai pada kesimpulan akhir. Karena tulisan ini tidak akan selamanya benar ketika hanya mengandalkan sudut pandang ane saja. Ane banyak bertanya pada teman laki-laki ane, "gimana kalau agan liat perempuan yang memakai hot pants?"
Jawaban mereka:
"enak, cuy… gratisan. Gak usah ke warnet buat liat begituan."
"udah biasa gw… pembantu di rumah gw pakeannya gitu, hot pants"
"ane kok jadi pengen liatin terus, mas… padahal ane pikir, perempuan yang make celana itu jadi kelihatan murahan…"
"itu jadi ngingetin ane sama film porno yang asia, pemain-pemain jepang, china…. Kan gak beda jauh sama yogya"


Itulah jawaban khas para lelaki. Kalau agan?!


Kalau ane, memandang dari dua sisi. Positif dan negative. Positifnya, (menurut ane, lho), ketika otak kita sudah di pusingkan oleh berbagai macam persoalan (pekerjaan, sekolah, tugas, keluarga, dll) dan kita melihat perempuan cantik, tinggi, putih, bersih, langsing dan seksi (rasa-rasanya, criteria inilah yang cocok bagi perempuan yang ingin memakai hot pants) memakai hot pants, rasanya cukup terhibur. Tapi kalau negatifnya, ane selalu bertentangan dengan realitas (sifat bawaan kali, ya?), ane suka bertanya dengan tegas, mana konsep "jadi diri sendiri" (be your self) yang sering dicelotehkan kaum hawa itu? Mana realisasi dari pendidikan tinggi dan akumulasi pemahaman hidup diantara kaum hawa itu? Apakah (jadi diri sendiri) jati diri kaum hawa (se-yogya dan sekitarnya) sama? Pemakai hot pants semua? Entahlah! Memang terlalu jauh, sih! Tapi itu lah yang ada dalam benak ane (ketika sadar): perempuan-perempuan itu tidak pernah memiliki pendirian yang jelas dan hanya termakan arus gelombang kapitalis yang sudah dibalut symbol "gaul" dan "trend". Hanya ikut-ikutan….Hh…. (ini baru pandangan ane, lho! Belum pendapat para agamis! Hati-hati dengan dosa dan neraka!). gimana pendapat agan?

Dampak Psiko-Spiritual Nama


Sebagai seorang Psikolog, seharusnya kita sadar bahwa nama kita akan menjadi pertimbangan (baik dalam bidang akademik, Profesi mapun pergaulan). Secara Spiritual, ternyata nama yang melekat pada diri kita mengandung ungkapan, harapan, bahkan doa. Nama yang baik berisi doa yang baik begitu juga sebaliknya. Ada kisah menarik yang terjadi pada masa Ummar bin Khottob yang berhubungan dengan ‘Nama’.

Ummar bin Khottob sedang berbincang dengan seseorang,

“Siapa namamu?” Tanya Umar.

Orang itu menjawab, “Jamrah (Bara Api)”

Umar bertanya lagi, “Siapa nama ayahmu?”

Orang itu menjawab lagi, “Syihab (cahaya Api) “

Kemudian Umar bertanya lagi, “Dari garis keturunan siapa?”

Al-Hirqoh (kebakaran)” Orang itu menjawab.

Lalu Umar bertanya, “Dimana daerahmu?”

Orang itu kemudian menjawab, “Di Harratun-Nar (Neraka yang panas) “

Umar bertanya lagi, “Dimanakah tempat tinggalmu?”

Dan, orang itu menjawab “Di Dzatu Lazha (yang menyala-nyala)”

Akhirnya Umar berkata, “Pulanglah! Sesungguhnya tempat tinggalmu saat ini telah terbakar.

Setelah orang itu pulang, ternyata ucapan Umar menjadi kenyataan: keluarga dan rumahnya habis terbakar.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berpendapat bahwa kejadian diatas memang sukar diterima nalar orang yang tidak memahaminya. Kejadian-kejadian ini boleh jadi diluar akal manusia namun pada dasarnya ia adalah keniscayaan hukum. Jika suatu sabda diungkapakan oleh orang yang memiliki kekuatan doa, niscaya ia memiliki kekuatan untuk mengubah peristiwa.

Nabi Muhammad SAW seringkali mengganti nama sahabat-sahabatnya. Dari Barrah menjadi Zainab, Harb menjadi Salim, Ashram menjadi Zar’ah, ‘Ardh menjadi Afratu Khudrin, dll. ‘Ali bin Abi Thalib pernah hendak memberi nama anaknya Harb (perang), tapi Rosulullah mengubahnya menjadi Hasan.

Perubahan nama dimaksudkan agar kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Sangat indah bila kata yang diungkapkan kepada kita adalah kata-kata yang baik. Itulah mengapa islam mengajarkan kepada kita untuk tidak memanggil sebutan orang dengan sebutan-sebutan yang buruk (binatang, cela’an, hinaan) karena dampaknya yang tidak baik untuk kita. Dari Ibnu Musyabbab, dahulu Rasulullah SAW pernah bertanya kepadanya , “Siapa namamu?” Orang itu menjawab, “Hazn (sedih, tanah kering) “ Rasulullah berkata, “Namamu adalah Sahl (Mudah, tanah subur) “. “Aku tidak akan mengubah nama yang telah diberikan ayahku” jawab orang itu. “Ternyata kesedihan selalu ada pada keluarga kami” Kata Ibnu Musyabbab.

(terinspirasi dari Buku Psikologi Agama Fuad Nashori)

TAFAKUR, PSIKOLOGI ISLAM


Sebelum masuk pada pembahasan tafakur, mari kita perhatikan terlebih dahulu uraian berikut:

Kata dan makna “pikiran” pada dalam Al-Qur’an

Kata “pikir” dan “pakar” dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Arab fikr yang dalam Al-Qur’an menggunakan istilah fakkara dan tafakkarun. Kata fikr menurut Quraish Shihab diambil dari kata fark yang dalam bentuk faraka dapat berarti:

  1. mengorek sehingga apa yang dikorek itu muncul
  2. menumbuk sampai hancur, dan
  3. menyikat (pakaian) sehingga kotorannya hilang.

Baik kata fikr maupun kata fark memiliki makna yang serupa. Bedanya, fikr digunakan untuk hal-hal yang konkret. Larangan berpikir tentang Tuhan adalah sebuah contoh tentang objek fikr. Dari makna dasar fikr itu terkandung makna yang sangat dalam menyangkut usaha serius, giat, dan tak kenal lelah untuk mengelaborasi, atau bahkan mencari sampai pada bagian terdalam dari alam semesta, sehingga dapat ditemukan hakikat alam semesta itu sendiri. Para ahli yang meneliti materi-materi terkecil dari sesuatu sehingga didapatlah apa yang sekarang disebut atom, neutron, elektron, proton, dan quark adalah beberapa contohnya.

Salah satu bentuk berfikir adalah tafakur. Kata ini memiliki makna yang sangat mendalam. Salah satunya adalah bahwa tafakur merupakan cermin yang akan memperlihatkan kepada seseorang perihal kebaikan dan keburukannya. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, tafakur merupakan kegiatan yang paling utama dan bermanfaat.[1]

Manusia diciptakan dengan kemampuan berpikir. Sesungguhnya berpikir adalah salah satu keistimewaan manusia bila dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah SWT yang lain. Menurut psikologi, Thinking is a inferring process” ( berpikir adalah proses menarik kesimpulan). Salah satu bentuk berfikir adalah tafakur. Kata ini memiliki makna yang sangat mendalam. Salah satunya adalah bahwa tafakur merupakan cermin yang akan memperlihatkan kepada seseorang perihal kebaikan dan keburukannya. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, tafakur merupakan kegiatan yang paling utama dan bermanfaat.

Setiap manusia sesungguhnya pasti pernah berpikir atau bertafakur. Setiap malam menjelang tidur, otak kita selalu dihinggapi berbagai macam bentuk informasi dan perilaku yang telah kita dapatkan dan kita lakukan sepanjang hari. Berputar-putarlah otak kita mengenai perilaku kita, apa saja yang telah kita lakukan pada siang hari itu. “Berbuat dosa-kah aku?”, “Sudah berbuat baik-kah aku?” dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak (otak/pikiran) kita. Kita juga kadangkala berpikir / bertafakur mengenai alam ciptaan Allah yang begitu dahsyat ini.

Didalam islam, berpikir yang mendalam (tafakur) itu sangat dianjurkan sekali sebagai bentuk introspeksi diri kita. Bertafakur tentang ciptaan Allah SWT atau tentang perbuatan yang telah kita lakukan selama ini merupakan ibadah mulia yang diserukan Islam. Imam Al-Ghazali (dalam Badri 1989) menegaskan bahwa tafakur adalah menghadirkan dua macam pengetahuan di dalam hati untuk merangsang timbulnya pengetahuan yang ketiga. Berpikir (tafakur) menjadi nilai ibadah dalam islam, karena diharapkan ketika kita sudah bertafakur kita senantiasa bertambah keimanannya dan juga kecintaannya kepada Allah SWT.

Dalam psikologi, tafakur sering dikaitkan dengan aktifitas kognitif yaitu berpikir namun dalam bertafakur tidak hanya sebatas berpikir saja melainkan juga aktivitas afektif. Menurut Imam Al-Ghazali (dalam Badri,1989), jika ilmu sudah sampai pada hati, keadaan hati akan berubah, jika hati sudah berubah, perilaku anggota badan juga akan berubah. Tafakur juga sebenarnya tidak hanya mengenai aspek kognitif saja. Ketika kita sedang merenung ( salah satu jalan tafakur ), aspek emosi (berupa sedih, takut, marah dan tunduk) pun ikut muncul. Juga aspek Estetika (dalam mengagumi ciptaan-ciptaan Allah) yang melibatkan afeksi kita juga.

Fase-Fase Tafakur :

1) Pengetahuan awal yang didapat dari persepsi empiris langsung yaitu melalui alat pendengaran, alat raba, atau alat indera lainnya. Dalam bahasa yang disempurnbakan oleh tuannya. (kognitif)

2) Tadlawuk artinya pengungkapan rasa kekaguman terhadap ciptaan atau susunan alam yang indah dari apa yang dilihat atau didengar. (Estetika)

3) Penghubung antara perasaan kekaguman akan keindahan dengan pencipta yang Maha Agung

4) Syuhud artinya seseorang yang bertafakur, hatinya terbuka untuk menyaksikan keagungan Allah dan dia bersaksi bahwa Dialah yang memberi segala kebaikan. Pada fase ini setiapkali pandangan tertuju pada makhluk Allah, yang dilihatnya adalah pencipta-Nya dan segala sifat keagungan-Nya. (emosi)

Jika seseorang memperdalam cara melihat dan mengamati sisi-sisi keindahan, kekuatan, dan keistimewaan lainnya yang dimiliki sesuatu, berarti ia telah berpindah dari pengetahuan yang inderawi menuju rasa kekaguman (tadlawuk) di mana pada fase ini adalah fase bergejolaknya perasaan. Kalau dengan perasaan ia berpindah menuju sang pencipta dengan penuh kekhusyukan sehingga dapat merasakan kehadiran Allah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, berarti ia sudah berada pada fase ketiga. Untuk menuju fase selanjutnya seseorang harus membiasakan dalam bertafakur sehingga seseorang tersebut melihat semua yang ada di sekitarnya menjadi motivasi berfikir dan bertafakur yang pada akhirnya akan melahirkan sikap perasaan keagungan akan Tuhan.

Kualitas Tafakur ditentukan oleh :

1. Kedalaman iman

Semakin tinggi keimanan seseorang, maka semakin kuat pula kualitas cintanya kepada Allah. Semakin besar cinta seseorang, maka semakin seringlah orang itu mengingat “Sesuatu” yang dicintainya itu. Ketika Manusia yang besar cintanya pada Allah bertafakur, maka kualitas tafakurnya akan berbeda dengan orang yang hanya mengingat Allah sewaktu-waktu saja. Ia akan lebih mendalami, mengeksplorasi dan menghayati tafakurnya. Tetapi tulisan ini bukan bermaksud mengatakan bahwa orang yang tidak beriman tidak bisa bertafakur mengenai Allah, ciptaan-Nya, hamba-Nya dan segala sesuatu yang berasal dari-Nya.

2. Kemampuan memusatkan pikiran

Manusia dengan aspek kognisinya yang tinggi, dalam mengingat maupun dalam menyelami hal-hal yang telah dilaluinya, akan lebih mudah berpikir / bertafakur dibanding dengan orang yang kurang mampu memusatkan pikirannya. Orang dengan aspek kognisi yang baik, akan lebih mudah memusatkan pikirannya pada apa yang sedang dipikirkannya. Ia jauh lebih serius dan khusuk.

3. Kondisi emosional dan rasional

Keadaan emosi yang stabil, akan lebih mudah diarahkan atau dipusatkan pada suatu tindakan yang akan dilakukan. Terlebih jika kondisi emosionalnya itu bagus. Secara sadar ia akan melakukan tindakannya itu, tidak terpengaruh oleh pikiran yang kacau.

4. Faktor lingkungan

Lingkungan yang tenang, damai, bersih, indah dan nyaman akan mendukung sekali aktifitas tafakur seseorang.

5. Bimbingan

Menurut Imam Al-Jauziah cahaya atau nur akan melimpah dari seorang yang jiwanya berkualitas, baik dengan berguru kepadanya atau sekedar bergaul dengannya. Bimbingan dalam tafakur ini sangat diperlukan. Apalagi jika seorang yang hendak bertafakur baru pertama kali melakukannya. Agar tindakan tafakur yang dilakukannya benar, maka bimbingan sangat diperlukan. Juga agar tafakur yang dilakukannya tidak keliru atau salah langkah, sehingga menyebabkan kesalahan berrpikir yang akibatnya sangat fatal. Salah satu tafakur yang salah menurut penulis ialah tafakurnya ahmad mushaddeq. Ia bertafakur tanpa pembibing yang jelas. Sehingga ia menafsirkan hasil berpikirnya itu seenak perutnya saja!!!.

6. Objek tafakur

Dalam memilih objek tafakur sebaiknya memilih objek yang mampu diolah oleh kemampuan kognitifnya, semakin abstrak objeknya maka semakin sulit pula untuk mendapatkan manfaat dari tafakur tersebut.

Jika kita perhatikan lagi, ternyata tafakur ini bisa kita kategorikan kedalam ranah psikologi transpersonal. Maslow dan antony sathic mengemukakan psikologi transpersonal memasuki ranah yang lebih luas dari human existence, yang di dalamnya terdapat antara lain:

Nilai

Kesatuan kesadaran

Kegembiraan

Mistis

Rahmat

Transendensi

Kesadaran kosmis

Jika penulis pikirkan, ternyata tafakur itu memiliki poin-poin penting yang tidak jauh berbeda dengan poin-poin psikologi transpersonal diatas. Tafakur memiliki nilai, kesatuan kesadaran, transendensi bahkan kegembiraan dan rahmat.

Batasan-batasan tafakur dalam islam :

1. Tafakur boleh dilakukan selama itu tidak membawa madlorot bagi pelakunya (belajar dari banyaknya aliran-aliran sesat yang muncul saat ini)

2. Tidak boleh bertafakur mengenai Dzat / bentuk / jisim Allah (diambil dari hadist)

3. Bertafakur hendaknya menjadikan kita semakin yakin pada Allah, bukan malah menjadikan kita sanksi akan kekuasaan Allah SWT.

Daftar Pustaka

Badri, Malik. 1989. Tafakur : Perspektif Psikologi Islami (terjemahan). Bandung : Rosdakarya

An-Najar. 2001. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf (terjemahan). Jakarta : Pustaka Azzam

Saleh, Abdul Rahman. 2005. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Prespektif Islam. Jakarta : Kencana Media Group

http://wimpermana.web.ugm.ac.id/blog


[1] “Akal” dan “Pikiran” dalam Khasanah Filsafat dan Budaya
Orang-Orang Timur (Baca: Budha dan Islam), oleh Soeprano Effendi dan Wim Permana
wimkhan@yahoo.com
http://wimpermana.web.ugm.ac.id/blog

Wrong Perception (cognitive models) –PHOBIA-


Trans7, Kamis, 27 Maret 2008

(waktu penayangan 17:00-17:30 WIB)

Jenifer (Female, 23 tahun) warga negara bagian California mempunyai masalah ketakutan yang amat sangat terhadap hiu (menurut saya ini perilaku Abnormal, karena berlebihan). Ia akan langsung menghindar, karena muncul rasa takut yang amat sangat, jika:

ø Melihat gambar/photo hiu. Apalagi yang berukuran besar

ø Melihat Air dalam jumlah besar (semisal kolam, pokoknya yang berkaitan dengan hiu à lautan) yang terlihat biru, apalagi di malam hari. Jenifer paling anti mandi di kolam renang, apalagi malam hari dan jika sendiri.

ø Boneka-boneka hiu, pernak-pernik hiu dan segala yang berhubungan dengan hiu.

Kemudian Ia dating kepada salah seorang Therapist di salah satu klinik terapi terkenal di California. Dalam proses wawancara, ternyata diketahui bahwa penyebabnya adalah :

Pada saat umur Jenifer 6 tahun, Ia diajak oleh kakaknya pergi ke bioskop untuk menonton film JAWS (film yang menghadirkan keganasan hiu)”

Sejak saat itu, terpatri di otaknya bahwa hiu itu menyeramkan, menakutkan, berbahaya, pembunuh kejam dan musuh umat manusia. Masalah muncul beberapa saat setelah Ia menonton film JAWS. Dari sejak umur 6 tahun sampai sekarang (23 tahun) ia tidak pernah lagi melihat hiu dalam bentuk apapun (gambar, film, iklan, dsb).

Proses Terapi

  1. Pertemuan pertama, Jenifer bersama therapist berada di tempat khusus dengan segala pencahayaan yang mirip seperti di sekitar laut (biru dan gelap dan juga ada baying-bayang gelombang ombak-ombak laut). Setelah membuka pembicaraan beberapa menit, Therapsit memberi selembar photo kecil yang bergambar hiu. Reaksi pertama yang di munculkan Jenifer adalah kaget dan langsung membuang photo itu. Setelah itu kain-kain yang tadinya penuh menutupi tembok-tembok, langsung dibuka dan ternyata isinya adalah gambar dan photo hiu mulai dari ukuran kecil, sedang, besar dan sangat besar. Respon Jenifer waktu itu langsung berteriak, menutup mata (seperti anak kecil menangis) menjerit-jerit dan meneriakkan kata-kata kasar khas orang amerika, berkeringat dan bersikeras ingin keluar dari ruangan itu. Namun setelah Therapist memberikan pengertian, Jenifer akhirnya memberanikan diri sedikit demi sedikit untuk membuka matanya dan melihat gambar-gambar hiu disekelilingnya alaupun dalam keadaan tidak tenang dan nafas yang tidak treratur (sepertti kecapaian).

Setelah prose situ yang hamper memakan waktu 1,5 jam dan beristirahat selama 30 menit, Jenifer dan Therapist kembali masuk dan melakukan sesi kedua. Dengan cara menyalakan monitor berukuran besar yang didalamnya menyangkan hiu yang sedang berenang, berhgerak-gerak mengitari kamera, seperti menyerang, dan gerakan khas hiu lainnya. Yang terjadi ialah Jenifer melakukan hal-hal seperti poin diatas (respon yang diberikan sama) tetapi dengan aksi/penolakan/penhindaran yang lebih kuat dan lebih berkeringat, sesak nafas, menagis kencang dan sempat menutup mata beberapa detik.Namun lagi-lagi setelah beberapa waktu ia akhirnya bisa menerima itu dan bahkan menyentuh layer monitornya. Membutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk melakuakan prose situ semua.

  1. Pertemuan kedua, Jenifer dan Therapist berada di tempat yang ada kolam renangnya dan pada saat malam hari. Jenifer dipersilahkan turun ke kolam (berenang), awalnya menolak, namun setelah di beri pengertian, akhirnya ia mau. Pertama, berdada dalam kolam selama 10 menit. Respon yang diberikan Jenifer seakan dia tidak tenang didalam kolam itu selalu merapat ke pinggir kolam dan memegang besi pegangan. Setelah itu berhasil, Jenifer kemudian di tinggal pergi oleh Therapist dan berada sendirin di kolam. Pada awalnya menolak dengan memaksa, namun setelah perlahan-lahan diberi pengertian dan tarik-ulur yang cukup a lot, akhirnya Jenifer bersedia. Terlihat jelas dari monitor pengintai bahwa Jenifer sangat tidak nyaman berada di air pada malam hari sendiri pula. Proses kedua, Jenifer ditinggal selama 20 menit dan kemudian berhasil.
  2. Pertemuan ketiga (terakhir). Inilah pertemuan yang amat mengejutkan Therapist dan juga saya sebagai Observer. Jenifer diajak oleh Therapist ke sebuah tempat penangkaran hiu yang cukup besar di California. Dalam perjalanan menuju pengangkaran Jenifer masih terlihat takut untuk melihat photo/gambar dan tayangan-tayangan yang menyangkut hiu. Ketika sudah sampai di tempat penangkaran, sang pawang hiu sedang memegang dan menggendong anak hiu yang masih kecil di sebuah kolam renang kecil. Awalnya Jenifer menghindar dengan bahsa tubuhnya. Namun, beberapa saat setelah diberi pengertian dan bujukan oleh sang ahli hiu, akhirnya untuk yang pertama kalinya dalam hidup Jenifer, Ia mampu memegang dan mengelus-elus tubuh anak hiu itu. Dan setelah membutuhkan waktu yang tidak lama akhirnya Jenifer berani turun ke kolam dan menggendong anak hiu tersebut. Kemudian meningkat dengan ukuran hiu yang lebih besar dari itu dan selanjutnya terus hingga ukuran hiu yang hamper sama dengan manusia. Hal yang mengejutkan adalah Jenifer tampak antusias dan menikmati kebersamaannya dengan para hiu itu.

Kesimpulan

Ternyata, proses terapi itu tidak terlalu membantu Jenifer dalam menyembuhkan ketakutannya, terapi itu hanya menghantarkan pemahaman dan pengertian yang baik (Persepsi yang benar) terhadap hiu yang sebelumnya dimata Jenifer adalah mahkluk yang sangat kejam. Apa yang didapat Jenifer dari film JAWS adalah suatu error dalam mempersepsikan hiu, karena umurnya yang baru 6 tahun.

Pesan: hati-hatilah terhadap apa yang di tonton oleh anak-anak.

Sumber:

Tayangan Trans7 (kamis, 27 maret 2008 pukul 17:00-17:30)

www.trans7.co.id

Jeans / Levis


Amad, (bukan nama sebenarnya) walaupun sudah berumur 20 tahun, masih saja merengek pada ibunya yang hanya tukang masak di kampungnya di jogja ini untuk minta dibelikan celana jeans/levis. Amad mengatakan bahwa teman-teman kuliahnya semuanya memakai levis ketika kuliah. Ia ingin seperti mereka, agar terlihat ‘gaul’.

Jika di perhatikan, permintaan dan keinginan Amad memang bukan tanpa alasan. Ia terus ‘didesak’ oleh lingkungan untuk bisa selalu sejajar dengan mereka, contoh disini ialah celana jeans/levis. Memang jika di perhatikan, jenis celana ini, yang di populerkan oleh Amerika, sudah melekat kuat pada kehidupan masyarakat kita. Semua golongan pasti sudah memakainya. Mulai dari pemulung, supir bis kota, pedagang, mahasiswa sampai pedagang memakai jenis pakaian ‘belel’ ini. Fenomena ini menurut saya sudah mulai membengkak ketika tahun 2000. Trend busana ini terus mengalami perubahan jenis, mode dan bahan. Pada tahun 2007 ini, sepertinya celana ini mengalami ‘kenaikan’ penggemar. Hampir disetiap tempat, akan kita jumpai manusia-manusia yang telah memakai celana jeans dengan gaya dan mode yang baru ini.

Sebenarnya, jika kita perhatikan sejarahnya, celana berat ini dipakai oleh koboi dan memang dipopulerkan/di iklankan untuk golongan mereka. Tapi kenapa, seiring zaman berubah, konsumen celana ini pun berubah meluas.

Saya masih ingat perkataan kiayi di kampung saya dulu. Orang islam punya cirinya sendiri, orang kafir pun punya ciri sendiri pula. Begitupun dalam hal pakaian. Ia memisalkan jika pakaian dijadikan patokan identitas, mungkin ketika kita berjalan dan melihat orang memakai sarung dan baju songkok (misalnya), berarti ia adalah muslim. Namun ketika kita melihat orang dengan memakai celana jeans/levis dan baju kaos (misal) kita bisa ketahui bahwa ia orang dari luar kita sebagai islam, berarti ia non muslim.

Setelah saya pikir sekarang, ternyata memang ada benarnya juga perkataan kiayi di kampung saya itu, walau tidak sepenuhnya benar. Ketika sekarang, segala kebutuhan serba mendesak, ada hal sepele yang menggangu hidup kita yaitu pakaian. Untuk sebagian kalangan mungkin ini bukan masalah, tapi untuk kalangan lain?

Otak dan pikiran kita dijejali oleh media sehingga kita menjadi manusia yang konsumtif, yang katanya mengikuti trend yang sebenarnya lebih pantas disebut bangsa imitasi, dan akhirnya mau tidak mau kita harus bisa mengikuti ‘paksaan’ dari luar tersebut. Akhirnya kita ikuti trend busana yang sesungguhnya milik orang Amerika tersebut. Akhirnya kita ikut larut dalam arus konsumerisme yang menganut trend busana. Akhirnya Amad dibelikan celana jeans oleh ibunya, walau uang tersebut harus mengutang dari tetangganya.

28 April 2009

Sex, Seni, Agama (makalah yg blm jadi)


PENDAHULUAN

Indonesia saat ini mengalami perkembangan intensif. Globalisasi berdampak negara ini menjadi lebih terbuka menerima teknologi, industri, penanaman modal, maupun ide-ide dan perubahan budaya yang baru. Setelah turunnya Presiden Suharto dan Orde Baru pada tahun 1998, globilisasi disatukan dengan kekuasaan perubahan yang sangat kuat, yaitu gerakan Reformasi. Kemajuan pada tahun-tahun berikutnya makin nyata diperlihatkan dalam bidang pemerintahan, industri, pendidikan dan sosial.

Berdampingan perkembangan adalah perubahan sosial, termasuk sikap-sikap penduduk Indonesia terhadap soal seks. Sejak dulu soal seks menurut kebudayaan Jawa dianggap sebagai sesuatu yang seharusnya ditutupi. Soal ini juga bersifat ketidakadilan ‘gender roles’ (peran gender) pria dan wanita - walau wanita diharapkan melindungi keperawanannya sampai kawin, tak luar biasa untuk pria mengunjungi lokalisasi, baik pra- maupun luar nikah. Dewasa ini, industri seks di Yogyakarta tetap berkembang, dengan beberapa daerah prostitusi yang terkenal seperti Pasar Kembang. Seks itu sudah lama didasarkan dalam ‘hidden culture’ (kebudayaan bersembunyi). Walaupun begitu, penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa perlakukan masyarakat terhadap soal seks sudah mulai berubah.

Penduduk Indonesia sudah terbukti mulai melakukan hubungan seks pada umur semakin muda. Hasil penelitian Yayasan Kusuma Buana menunjukkan bahwa sebanyak 10.3% dari 3,594 remaja di 12 kota besar di Indonesia telah melakukan hubungan seks bebas. Penting bagi kita untuk mengetahui pendidikan sex menurut kaidah agama maupun kaidah pendidikan itu sendiri dilihat dari segi manfaat proteksi bagi kaum muda sekaligus sebagai pembelajaran tentang sex tang benar untuk menghindari banyaknya terjadi berbagai penyimpangan yang dilakukan kaum remaja. Kita mencoba menyajikan beberapa pemahaman seksual yang benar dari berbagai sudut, baik dari sudut agama, media dan seni, dengan harapan para siswa maupun generasi muda mengerti bahwa ketiga spek tersebut memberikan informasi yang sangat berharga bagi generasi muda itu sendiri.

C. MEDIA DAN SEKS

Pendidikan Seks Berdasarkan Usia

Orangtua tidak bisa menutup mata terhadap paparan media yang banyak mengeksploitasi tubuh perempuan. Bisa jadi, hal tersebut menjadi bahan pertanyaan anak. Kok model itu boleh memperlihatkan bagian tubuh yang sangat pribadi, sedangkan si anak tidak?. Di sini, dinyatakan Clara Kriswanto, orangtua bisa menanyakan pendapat anak. Apa yang dirasakan saat melihat model tersebut? Apakah itu bisa dikategorikan sebagai seni atau pornografi? Bagaimana perasaan anak saat melihat hal itu? Apa bahayanya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa menjadi bahan diskusi dengan anak. Dari jawaban yang dilontarkan anak, orangtua bisa menilai sejauh mana pemahaman anak tentang seksualitas. Apakah anak sudah terbawa jauh dengan teman-temannya? Apakah nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh orangtua mulai luntur?

Nah, dalam diskusi ini, orangtua dapat menanamkan lagi nilai-nilai keluarga yang ingin dianut oleh anak. “Jadi bukan hanya sebatas, "Oh itu jorok tanpa ada penjelasan lebih lanjut,” kata Clara.

Adanya situs porno di Internet juga harus menjadi perhatian orangtua. Jelaskan efek maupun kasus yang terjadi setelah melihat situs itu. Paparkan saja fakta yang ada dari berbagai sumber, sehingga anak menjadi tahu konsekuensi yang akan dihadapinya nanti.

Pendidikan Seksualitas Berdasarkan Usia

Usia 0-5 tahun

  • Bantu anak agar merasa nyaman dengan tubuhnya
  • Beri sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sàyang dari orangtuanya secara tulus.
  • Bantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan di depan umum. Contohnya, saat anak selesai mandi harus mengenakan baju di dalam kamar mandi atau di kamarnya. Orangtua harus menanamkan bahwa tidak diperkenankan berlarian usai mandi tanpa busana. Anak harus tahu bahwa ada hal-hal pribadi dari tubuhnya yang tidak sèmua orang boleh lihat apalagi menyentuhnya.
  • Ajari anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh pria dan wanita. Jelaskan proses tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat sederhana. Dari sini bisa dijelaskan bagaimana bayi bisa berada dalam kandungan ibu. Tentu saja harus dilihat perkembangan kognitif anak. Yang penting orangtua tidak membohongi anak misalnya dengan mengatakan kalau adik datang dari langit atau dibawa burung. Cobalah memosisikan diri Anda sebagai anak pada usia tersebut. Cukup beritahu hal-hal yang ingin diketahuinya. Jelaskan dengan contoh yang terjadi pada binatang.
  • Hindari perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya.
  • Ajarkan anak untuk mengetahui nama yang benar setiap bagian tubuh dan fungsinya. Katakan vagina untuk alat kelamin wanita dan penis untuk alat kelamin pria ketimbang mengatakan burung atau yang lainnya.
  • Bantu anak memahami konsep pribadi dan ajarkan mereka kalau pembicaraan soal seks adalah pribadi.
  • Beri dukungan dan suasana kondusif agar anak mau datang kepada orangtua untuk bertanya soal seks

Usia 6-9 tahun

  • Tetap menginformasikan masalah seks kepada anak, meski tidak ditanya.
  • Jelaskan bahwa setiap keluarga mempunyai nilai-nilai sendiri yang patut dihargai. Seperti nilai untuk menjaga diri sebagai perempuan atau laki-laki serta menghargai lawan jenisnya.
  • Berikan informasi mendasar tentang permasalahan seksual
  • Beritahukan kepada anak perubahan yang akan terjadi saat mereka menginjak masa pubertas.

Usia 10-12 tahun

  • Bantu anak memahami masa pubertas. Berikan penjelasan soal menstruasi bagi anak perempuan serta mimpi basah bagi anak laki-laki sebelum mereka mengalaminya. Dengan begitu anak sudah diberi persiapan tentang perubahan yang bakal terjadi pada dirinya.
  • Hargai privasi anak. Dukung anak untuk melakukan komunikasi terbuka.
  • Tekankan kepada anak bahwa proses kematangan seksual setiap individu itu berbeda-beda.
  • Bantu anak untuk memahami bahwa meskipun secara fisik ia sudah dewasa, aspek kognitif dan emosionalnya belum dewasa untuk berhubungan intim.
  • Beri pemahaman kepada anak bahwa banyak cara untuk mengekspresikan cinta dan kasih sayang tanpa perlu berhubungan intim.
  • Diskusi terbuka dengan anak tentang alat kontrasepsi. Katakan bahwa alat kontrasepsi berguna bagi pasangan suami istri untuk mengatur atau menjarangkan kelahiran.
  • Diskusikan tentang perasaan emosional dan seksual.

Usia 13-15 tahun

  • Ajarkan tentang nilai keluarga dan agama.
  • Ungkapkan kepada anak kalau ada beragam cara untuk mengekspresikan cinta.
  • Diskusikan dengan anak tentang faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan hubungan seks.

Usia 16-18 tahun

  • Dukung anak untuk mengambil keputusan sambill memberi informasi berdasarkan apa seharusnya ia mengambil keputusan itu.
  • Diskusikan dengan anak tentang perilaku seks yang tidak sehat dan ilegal. (senior)

B. AGAMA DAN SEKS

a. Makna Seks menurut Islam

Islam mengajarkan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan ummatnya. Dari mulai kebutuhan jasmani (fisik) sampai kebutuhan yang sifatnya abstrak. Salah satu kebutuhan jasmani, ialah kebutuhan biologis yang berupa seks. Seks dalam islam mempunyai porsi yang sama pembahasannya dengan pembahasan kebutuhan lain, akan tetapi seks di tempatkan dalam posisi yang lebih ’istimewa’ karena dirasa lebih pribadi.

Islam menyebut hubungan sex sebagai jima’ atau al-wath’u: yaitu kegiatan memasukkan batang kemaluan lelaki kedalam lubang vagina perempuan baik sampai meluncurkan air mani ataupun tidak. Didalam Al-qur’an terdapat kata serupa:

1. Nikah : berarti menikah, menguasai atau senggama mengandung istilh akad yang bertujuan menghalalkan persetubuhan diantara suami dan istri.

2. Arrafats: bercumbu rayu.

3. Taqrabuhunna: mendekati perempuan.

4. Hartsun: bercocok tanam

5. Lamastum nisa’: meraba atau mnyentuh perempuan.

6. Taghasysyaha: mencam[uri istri.

b. . Sex dalam hukum Islam

Sex dalam hukum Islam meliputi:

1. hak-hak reproduksi istri yang melingkupi beberapa aspek yaitu:

a. hak menentukan pernikahan.

Imam Syafi’i berkata ’sebaiknya ayh tidak mengawinkan anak gadisnya sampai ia baligh agar anak gadisnya itu bisa menyampaikan kerelaannya, sebab pernukahan akan membawa berbagai kewajiban dan tanggung jawab

b. hak penikmatan seksual

Rasulullah SAW bersabda, ’jika suami mengajak tidur si istri lalu menolaknya, maka malaikat akan melaknatnya samn pagi hari. Istri dapat menolaknya jika memiliki alasan-alsan uang bersift hakiki, seperti: sedang dalam masa haid, suami mengajak bersetubuh dalam posisi-posisi yang terlarang, sedang berhalangan seperti letih, sakit, lelah, lesu, males.

c. hak menentukan kehamilan

d. hak menyusui

2. hubungan sex dan hukumnya

a. Haram, jika persetubuhan dilakukan oleh dua lwan jenis yang belum terikat pernikahan. Para pelakunya akan terkena cambuk 100 kali jika melakukannya dan diasingkan. Dan pelaku yan sudah menikah akan terkena hukuman rajam yaitu: tubuh sang pelaku dibenamkan kedalam kedalam tanah dan orang-orang akan melempari kepalanya dengan batu sampai mati.

b. Halal, jika yang melakukan persetubuhan adalah pasutri yng telah menjlin pernikahan secara resmi dan disahkan oleg Agama. Syaratnya ialah, jika pasutri melakukannya di tempat yang tepat, yaitu penis suami divagina istri dan si istri sedang tidak haid.

c. Subhad, jika persetubuhan dilakukan lawan jenis yang tidak saling mengetahui identitas masing-masing. Misal suami meniduri seorang peremp[uan yang dikira istrinya padahal sebenarnya adalah pembantunya.

Theme images by andynwt. Powered by Blogger.

Blogger templates

 

© Kehidupan, All Rights Reserved
Design by Dzignine and Conceptual photography