28 September 2012

Jad, Pria Yahudi yang Mengislamkan Jutaan Orang

''Mengapa seorang Ibrahim yang tidak berpendidikan dapat mengislamkan putraku,'' ujar sang ibu terheran-heran. Sedangkan dia yang berpendidikan tinggi tak mampu menarik hati putranya sendiri kepada agama Yahudi.

Lima puluh tahun lalu di Prancis, Jad bertetangga dengan seorang pria Turki berusia 50 tahun. Pria tersebut bernama Ibrahim. Ia memiliki toko makanan yang letaknya di dekat apartemen tempat keluarga Jad tinggal. Saat itu usia Jad baru tujuh tahun.

Jad seringkali membeli kebutuhan rumah tangga di toko Ibrahim. Setiap kali akan meninggalkan toko, Jad selalu mengambil coklat di toko Ibrahim tanpa izin alias mencuri.

Pada suatu hari, Jad lupa tak mengambil coklat seperti biasa. Tiba-tiba, Ibrahim memanggilnya dan berkata bahwa Jad melupakan coklatnya. Tentu saja Jad sangat terkejut, karena ternyata selama ini Ibrahim mengetahui coklatnya dicuri. Jad tak pernah menyadari hal tersebut, dia pun kemudian meminta maaf dan takut Ibrahim akan melaporkan kenakalannya pada orang tua Jad.

"Tak apa. Yang penting kamu berjanji tidak akan mengambil apapun tanpa izin. Lalu, setiap kali kamu keluar dari sini, ambillah cokelat, itu semua milikmu!" ujar Ibrahim. Jad pun sangat gembira.

Waktu berlalu, tahun berubah. Ibrahim yang seorang Muslim menjadi seorang teman bahkan seperti ayah bagi Jad, si anak Yahudi. Sudah menjadi kebiasaan Jad, dia akan berkonsultasi pada Ibrahim setiap kali menghadapi masalah.

Dan setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengeluarkan sebuah buku dari laci lemari, memberikannya pada Jad dan menyuruhnya membuka buku tersebut secara acak. Saat Jad membukanya, Ibrahim kemudian membaca dua lembar dari buku tersebut kepada Jad dan memberikan saran dan solusi untuk masalah Jad. Hal tersebut terus terjadi.

Hingga berlalu 14 tahun, Jad telah menjadi seorang pemuda tampan berusia 24 tahun. Sementara Ibrahim telah berusia 67 tahun.

Hari kematian Ibrahim pun tiba. Namun sebelum meninggal, dia telah menyiapkan kotak berisi buku yang selalu dia baca acapkali Jad berkonsultasi. Ibrahim menitipkannya kepada anak-anaknya untuk diberikan kepada Jad sebagai sebuah hadiah.

Mendengar kematian Ibrahim, Jad sangat berduka dan hatinya begitu terguncang. Karena selama ini, Ibrahim satu-satunya teman sejati bagi Jad, yang selalu memberikan solusi atas semua masalah yang dihadapinya.

Selama 17 tahun, Ibrahim selalu mempelakukan Jad dengan baik. Dia tak pernah memanggil Jad dengan "Hei Yahudi" atau "Hei kafir" bahkan Ibrahim pun tak pernah mengajak Jad kepada agama Islam.

***

Hari berlalu, setiap kali tertimpa masalah, dia selalu teringat Ibrahim. Jad pun kemudian mencoba membuka halaman buku pemberian Ibrahim. Namun, buku tersebut berbahasa arab, Jad tak bisa membacanya. Ia pun pergi menemui salah satu temannya yang berkebangsaan Tunisia. Jad meminta temannya tersebut untuk membaca dua lembar dari buku tersebut. Persis seperti apa yang biasa Ibrahim lakukan untuk Jad.

Teman Jad pun kemudian membaca dan menjelaskan arti dua lembar dari buku yang dia baca kepada Jad. Ternyata, apa yang dibaca sangat pas pada masalah yang tengah dihadapi Jad. Temannya pun memberikan solusi untuk masalah Jad.

Rasa keingin tahuannya terhadap buku itu pun tak bisa lagi dibendung. Ia pun menanyakan pada kawannnya, "Buku apakah ini?" tanyanya. Temannya pun menjawab, "Ini adalah Alquran, kitab suci umat Isam," ujarnya.

Jad tak percaya sekaligus merasa kagum. Jad pun kembali bertanya, "Bagaimana cara menjadi seorang Muslim?"

Temannya menjawab, "Dengan mengucapkan syahadat dan mengikuti syariat." Kemudian, Jad pun memeluk agama Islam.

Setelah menjadi Muslim, Jad mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani. Nama tersebut diambil sebagai ungkapan penghormatan kepada Al-Qur'an yang begitu istimewa dan mampu menjawab semua permasalahan hidupnya selama ini.

Sejak itu, Jad memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupya untuk menyebarkan ajaran yang ada pada Alquran.

Suatu hari, Jadullah membuka halaman Alquran pemberian Ibrahim dan menemukan sebuah lembaran. Lembaran tersebut bergambar peta dunia, ditandatangani Ibrahim dan bertuliskan ayat An-Nahl 125.

"Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik..." Jad pun kemudian yakin bahwa lembaran tersebut merupakan keinginan Ibrahim untuk dilaksanakan oleh Jad.

Jadullah pun meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika. Salah satu negara yang dikunjunginya yakni Kenya, di bagian selatan Sudan dimana mayoritas penduduk negara tersebut beragama Kristen.

Jadullah berhasil mengislamkan lebih dari enam juta orang dari suku Zolo. Jumlah ini hanya dari satu suku tersebut, belum lagi suku lain yang berhasil dia Islamkan. Subhanallah.

***

Jad adalah seorang pria keturunan Yahudi. Di pertengahan hidupnya, ia memeluk agama Islam. Setelah bersyahadat, ia mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani.

Jadi pun memutuskan hidupnya untuk berkhidmat dalam dakwah Islamiyah. Dia berdakwah ke negara-negara Afrika dan berhasil mengislamkan jutaan orang.

Sejatinya, Ibunda Jadullah adalah Yahudi fanatik, seorang dosen di salah satu lembaga tinggi. Namun di tahun 2005, dua tahun setelah kematian Jadullah, ibunya memeluk agama Islam.

Ibunda Jadullah menuturkan, putranya menghabiskan usianya dengan berdakwah. Dia mengaku telah melakukan beragam cara untuk mengembalikan putranya pada agama Yahudi. Namun, selalu gagal.

27 September 2012

Setitik Cahaya untuk Kehidupan


 sumber gambar dari --> Sini


Sore itu, tanggal 17 juni 1988, Desaku diguyur hujan yang begitu lebat. Masyarakat kebanyakan mengurung diri dirumah masing-masing karena hujan disertai angin dan petir yang dahsyat. Lebih baik berdiam diri atau memilih tidur mungkin pikir mereka. Tapi di rumahku sedang begitu banyak orang, mereka adalah keluargaku dan saudara-saudaraku. Karena sedang terjadi momen penting yang sangat bersejarah dalam hidupku, yaitu lahirnya aku ke dunia ini. Momen penting antara hidup dan mati Ibuku, juga hidupku. Bu Bidan Sumi yang membantu Ibuku melahirkan dengan sigap menangani segalanya. Ia dibantu seorang assisten, memerintah mengambil ini itu, sementara riuh rendah gaduh dan perasaan cemas begitu terasa di ruang tamu tempat berkumpulnya keluargaku. Ketika tiba-tiba beberapa saat lagi Bidan Sumi mengeluarkan Aku, waktu itu tepat sedang memegang kepalaku, tiba-tiba “prrrtt..” lampu mati, suasana menjadi gelap, riuh rendah di luar semakin gaduh, teriakan ibu-ibu dan wanita memenuhi rumahku. Ternyata listrik padam. Namun beruntung, Bidan Sumi yang telah berpengalaman membantu proses persalinan di Desaku akhirnya bisa dengan hati-hati mengeluarkan aku ke dunia yang indah ini.


***


Jakarta, 12 Agustus 2011. Tepat hari ini aku aku akan dioperasi di salah satu rumah sakit kecil di kota yang besar ini. Tepatnya pukul 11.00 WIB siang. Aku akan menjalani operasi Sinusitis. Operasi ini dilakukan dengan memasukan beberapa peralatan kedalam hidung. AKu memang sudah sejak lama mengidap suatu penyakit dalam hidungku yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Sehingga setelah beberpa kali aku mengkonsumsi obat saja, akhirnya Dokter menyarankanku agar melakukan operasi. Waktu menunjukan pukul 10.45 WIB, aku ditemani suami tercinta yang sudah sejak tadi menunggu Dokter yang akan menangani proses persalinan operasi sinusitisku. Lalu tiba-tiba “JZZzzz..” terdengar seperti suara mesin mati. Ternyata listrik padam. Aku berpikir, “ah mungkin hanya sementara..”. lalu aku lanjutkan obrolan dengan suamiku. Namun anehnya, sampai pukul 11.00 WIB tidak ada suster ataupun petugas Rumah Sakit yang mendatangiku. Dengan sigap suamiku menghampiri para petugas itu. Setelah beberapa menit suamiku kembali dan mengatakan kalau sedang ada pemadaman bergilir di kota ini. Baru bisa kembali menyala pukul 17.00 WIB. “Apa tidak ada Genset?” tanyaku heran. “Mereka bilang Gensetnya sedang dalam perbaikan..” kata suamiku lembut. Hmmh. Pada akhirnya operasi sinusitisku dilakukan esok harinya karena harus menyesuaikan jadwal Dokternya. Dalam benakku, “untung hanya aku yang mengalami penundaan operasi karena Pemadaman listrik GILIRAN ini. Bagaimana jika itu dialami oleh pasien-pasien lain yang akan, atau malah sedang melakukan operasi besar yang taruhannya adalah nyawa?”. Hmmh.
***


Listrik sudah menjadi bagian dari hidup manusia. Noah bilang “separuh aku dirimu”. Aktivitas apapun pada zaman ini membutuhkan energy listrik, dari aktivitas seperti mencharge Handphone sampai proses pembuatan kerangka mobil semuanya menggunakan energy listrik. Dari memasak sampai aktivitas rapat di gedung DPR juga membutuhkan energy listrik. Namun apa jadinya ketika pelayanan penggunaan sumber energy listrik ini lemah? Maka kisah-kisah seperti diatas akan sering terjadi dan bukan tidak mungkin bisa berujung kepada kematian?. Maka dari itu ketika komitmen PLN yang baru dengan tag line besarnya menyatakan “menjalankan praktek penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, sekaligus menegakkan Good Corporate Governance (GCG) dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat” maka saya sebagai masyarakat Indonesia yang juga pengguna listrik yang taat sangat gembira. Karena pada dasarnya praktek korupsi dimanapun akan sangat merugikan pihak siapapun, baik itu lembaganya, karyawannya, pelayanannya hingga fasilitas dan utilitesnya sampai ke pelanggannya pun akan terkena dampak buruk dari korupsi. Bayangkan ketika korupsi sudah masuk ke wilayah PLN, maka aktivitas kerja disana akan amburadul. Karyawan atau pun pimpinan akan setengah-setengah melakukan tugasnya karena orientasinya bukan lagi pelayanan tetapi hanya UANG dan KEUNTUNGAN. Karyawan akan santai, leha-leha, mungkin malah facebook-an atau main game di komputer ketika jam kerja. Pun ketika akan membeli peralatan-peralatan baru yg dibutuhkan. Ketika korupsi sudah mendarah daging, bukan tidak mungkin peralatan yang dibeli berkualitas KW 3 atau rendahan karena para pimpinannya sibuk menghitung keuntungan dari proyek pengadaan fasilitas tersebut.

Maka sekali lagi, ketika sebuah lembaga, apalagi lembaga milik Negara yang tugasnya adalah melayani masyarakat, yang dibutuhkan adalah orang-orang yang berdedikasi tinggi pada tugas, loyal pada lembaga, soleh atau berprilaku mulia, berkeyakinan kuat terhadap kebaikan, sehingga praktik korupsi akan sulit masuk ke orang-orang tersebut. Sehingga nantinya pelayanan bagi masyarakat akan sesuai tujuan PLN  semula.

.

Saya, kami, sebagai masyarakat pengguna listrik yang taat, mengharapkan kinerja PLN sekarang semakin baik dan bebas dari praktik korupsi. Kami mengharapkan dari semua jajaran di PLN agar sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya, karena itu adalah tugas Negara, bukan tugas main-main. Ketika Anda semua (jajaran PLN dari karyawan sampai Direksi) main-main atau tidak serius dalam melaksanakan tugas itu, untuk apa dahulu anda mengirim aplikasi surat lamaran kerja ke PLN dan dibawah undang-undang / peraturan atau mungkin sumpah jabatan Anda akan bertugas dengan baik penuh tanggung jawab?.

.


Semoga dengan cerita diatas dan sedikit tulisan ini dapat memberi setitik harapan agar bangsa yang besar ini memiliki lembaga yang juga besar, baik itu dari segi kuantitasnya mapun kualitasnya. Saya harap itu ada di PLN.
15 September 2012

Surat dari Ibu Seorang Aktivis


situ AKTIVIS ??!

cekidot gan!


"Surat dari IBU seorang AKTIVIS"

"Orang bilang anakku seorang aktivis, Kata mereka namanya tersohor dikampusnya sana.
Orang bilang anakku seorang aktivis, dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat/rakyat. Orang bilang anakku seorang aktivis, Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak ? “Ibu bilang engkau hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.”

Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang aktivis ibu kembali mematut diri menjadi ibu seorang aktivis. Dengan segala kesibukkanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak? Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.


Anakku, kita memang berada disatu atap nak, di atap yang sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini. Masih teringat oleh ibumu ini kenangan kenangan manis ketika engkau masih ada didekapanku, dipelukanku.
Tapi kini dimanakah rumahmu nak? Ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini. Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah, dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawamu telah habis hari ini, tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu. Ah, lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti, bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk tersenyum, sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja engkau engkau, katamu engkau sedang sibuk mengejar deadline.
Padahal, andai kau tahu nak, ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini, memastikan engkau baik-baik saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau nak, tapi bukankah aku ini ibumu? yang 9 bulan waktumu engkau habiskan didalam rahimku..

Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk mengkader anggotamu. Engkau nampak amat peduli dengan semua itu, ibu bangga padamu. Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya nak, kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini nak? Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu? kapan terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu nak? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari anggota organisasimu nak ?
Anakku, ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu. Saat engkau merasa sangat tidak produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu. Memang nak, menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau lakukan. Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga nak? bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau jaga nak?

Anakku, ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku agenda sang aktivis. Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting. Ibu membuka lembar demi lembarnya, disana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih saja ibu berharap bahwa nama ibu ada disana.
Ternyata memang tak ada nak, tak ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk ibumu ini. Padahal nak, andai engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan agenda untukmu, putra kecilku..
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional. Boleh ibu bertanya nak,dimana profesionalitasmu untuk ibu? dimana profesionalitasmu untuk keluarga? Dimana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kau buat?

Ah, waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu..


Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta, ibu, ayah, kaka dan adik. Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik. Dan hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai."

(Ibu)
Theme images by andynwt. Powered by Blogger.

Blogger templates

 

© Kehidupan, All Rights Reserved
Design by Dzignine and Conceptual photography