15 December 2009

ILMU YAKIN !

Hamdan baru saja lulus dari pondok pesantren di jawa timur. Ia pulang ke rumahnya di bogor, di daerah warung jambu, Pajajaran. Karena baru saja lulus Madrasah Aliyah (setingkat SMA), Ia ingin melanjutkan studinya di ITB. Rentang waktu dua bulan dari masa kelulusan hingga perkuliahan, Ia gunakan untuk kembali bersosialisasi dengan teman-temannya dan masyarakat sekitar yang telah Ia ‘tinggalkan’ selama kurang lebih enam tahun sejak Hamdan lulus SD.

Ternyata, sosialisasi yang Ia rencanakan tidak berjalan mulus, masyarakat kota Bogor yang sudah menjurus ke individualis, mengakibatkan proses sosialisasi Hamdan agak terganggu, apalagi Ia lulusan pesantren, yang anggapan masyarakat disana, Hamdan pasti sangat religius, tidak fleksibel dan anti ‘pergaulan’ ala masyrakat kota.

Tetapi, anggapan itu ingin Hamdan bantah. Ia tetap melakuan pergaulan dengan masyarakat dan juga tentunya dengan teman-teman masa kecilnya dulu yang sekarang sudah beranjak remaja seperti Hamdan. Dalam proses pergaulannya, ternyata Hamdan juga ingin menerapkan nilai-nilai agama yang luhur pada teman-temannya. Hamdan pun ingin cara yang unik agar sosialisasinya berjalan lancar dan bermanfaat. :)

Pada suatu siang, teman-teman Hamdan sedang berkumpul di pinggir jalan Pajajaran, tempat biasa anak-anak remaja nongkrong, Ia melihat disana ada Feri, Anjar dan Kamal, semua temannya ketika Hamdan kecil. Lalu Hamdan menghampiri mereka bertiga dan berusaha akrab. “rokok...” Hamdan menawarkan rokok pada teman-temannya. Satu persatu teman-temannya mengambil rokok dan menyalakannya. “Dan, lu kan dari pesantren, pasti punya ilmu yang kita gak punya, ya gak?” Feri mengawali pembicaraan dengan bahasa betawi tapi berlatar logat sunda Bogor yang khas. “ilmu apa?” Hamdan menimpali agak sedikit bingung. “ilmu, Dan! Yang di sekolah kita gak dapet” Kamal menambahi, sekaligus mengompori Hamdan. “Ooh.. Ilmu agama?” Tanya hamdan. “bukan! Ilmu yang bisa ngelancarin semua urusan, Dan! Model ilmu-ilmu sakti gitu…” Anjar ikut-ikutan mengompori. “Ooh.. ada dong!” cetus Hamdan sambil agak berpikir. “emang lu pada pengen apa, sih?” sambil menghisap rokoknya Hamdan mencoba meng-eksplor keinginan teman-temannya. “gini, Dan..” Feri langsung mendekati hamdan dan hendak mengutarakan keinginannya “Gue tuh pingin nembak cewek, si Desi itu anak gank badak. Gimana? Lu bisa Bantu gue gak? Pake ilmu yang lu dapet di pesantren” aku Feri. “Oh itu! Ada-ada. Bisa!” jawab Hamdan sambil tersenyum tapi juga berpikir. “kalo gue gini, Dan…” gantian Anjar mendekati hamdan sambil membuang puntung rokok yang telas habis, “gue kan pingin kuliah di ITB, sama kaya elu, tapi kayanya kalo ngandelin otak n ijazah gue gak mungkin. Gue juga pingin ilmu dari elu yang bisa buat gue lulus ujian masuk ITB. Lu kan udah masuk lewat jalur PMDK. Gimana? Punya gak? Ada, kan pasti?!” Anjar bertanya sekaligus juga berharap. “Ya ada. Semuanya ada” jawab Hamdan enteng. “kalo elu gimana, Mal? Tanya Hamdan ke Kamal yang sedari tadi diam. “gak. Gue mah gak pingin apa-apa” jawab Kamal. “oh.. ya udah. Gini aja, Lu bertiga nanti ashar harus ke masjid. Ketemu gue disana. Nanti gue kasih tau caranya. Oke?” ajak Hamdan. “oke!” jawab Feri semangat. “Dan, kenapa gue juga harus ke masjid? Kan gue gak pingin apa-apa. Gak minta apa-apa dari elu?” Tanya Kamal penasara. Hamdan menjawab sekenanya saja “ini syarat. Jadi semuanya harus datreng ke masjid nanti” “iya, udah tinggal dateng aja lu susah banget” sahut Anjar. “iya dah..” Kamal menyerah juga.

Feri, Anjar dan Kamal sore itu bersemangat sekali pergi ke masjid. Mereka sudah tidak sabar ingin mendapat ‘ilmu’ dari Hamdan yang akan memuluskan rencana mereka. Kemudian mereka duduk-duduk di pelataran masjid berniat menunggu Hamdan. Tidak lama kemudian Hamdan datang dengan pakaian muslim, karena memang ingin sholat ashar. “kok pada disini aja? Ayo masuk dulu, wudlu dulu, trus sholat ashar dulu” ajak Hamdan pada ketiga temannya. Langsung saja ketiga temannya menuruti perintah Hamdan tanpa banyak bertanya, tanpa banyak bicara. Sepertinya mereka akan melakukan apapun perintah Hamdan untuk mendapatkan ‘ilmu’nya.

Selesai shalat, mereka langsung duduk di beranda masjid menunggu Hamdan selesai shalat dan dzikirnya. Terlihat Feri dan Anjar sangat sudah tidak sabar. Sepuluh menit kemudian, Hamdan pun keluar dan mendatangi ketiga temannya. “gini, ilmu gue itu berupa doa-doa yang harus lu amalkan di setiap waktu-waktu tertentu. Doa-doa itu udah gue catet di kertas ini. Ini kertas buat Feri…” Hamdan memberikan secarik kertas bertuliskan tiga doa, “yang ini, Fer. Ini lu baca pas lu masuk n keluar dari wc..” tunjuk Hamdan pada baris doa pertama di kertas kecil itu. “terus, doa yang kedua ini, harus lu baca pas keluar rumah. Nah, yang ketiga ini, lu baca pas lu mau makan” Hamdan menjelaskan perlahan. Feri pun mengangguk-angguk. Tapi sebenarnya Ia bingung. “kok banyak begini, Dan? Trus gimana cara gue makenya? Setiap hari gitu? Apa sebelum gue nembak si Desi?” “Ya setiap hari lah! Dari mulai sekarang. Emang kapan lu nembak tu cewe?” Hamdan balik bertanya, “minggu depan” “ya brarti dari sekarang harus lu laksanakan. Di amalkan. Dilakoni dengan sungguh-sungguh dan elu harus yakin pasti berhasil” “iya, deh..” jawab Feri. “kalo gue gimana, Dan?” Tanya Anjar sudah tidak sabar “sama punya lu juga, Jar. Nih kertasnya. Tapi ada satu doa tambahan. Ini harus dibaca pas lu mau belajar. Pas lu mau mendalami materi ujian masuk itu. Oke?” terang Hamdan sambil membuka dan menujukkan kertasnya pada Anjar. “oke deh. Eh, brarti gue harus belajar dong?” Anjar malah balik bertanya. “ya iya. Itu salah satu syaratnya juga.. dan juga, elu harus yakin pasti berhasil!” jawab Hamdan mantap. Hamdan kemudian melanjutkan penjelasannya “semua ini harus elu pade laksanain dari sekarang. Kalo mau lebih mantep, suruh Kamal juga ikut baca. Biar tambah hebat hasilnya. Terus, mulai dari sekarang, elu pada harus shalat di masjid ini. Ini amalan tambahan tapi juga membantu. Sangat mempengaruhi malah. Sangat mendukung keberhasilan rencana elu semua. Oke? Ngarti gak nih?” “iya ngarti..” jawab mereka serentak.


Singkat cerita, Satu minggu, dua minggu dan tiga minggu kemudian, Hamdan selalu tersenyum sendiri dan juga bahagia. Karena Ia sering melihat ketiga temannya shalat berjamaah ke masjid. Minggu kedua trakhir, Hamdan yang ketika itu sedang membaca buku di rumahnya, didatangi oleh ketiga temannya itu. Mereka terlihat sumringah, senang dan ingin mengatakan sesuatu pada Hamdan. Ketika mereka sudah berkumpul di teras depan rumah Hamdan, Feri langsung mengungkapkan “thanx, bro! gue sukses! Gue diterima ama si Desi! Doa lu manjur banget!” bersemangat sekali Feri meneragkan. “gue juga, Dan! Gue keterima di ITB! Itu gue tau dari sodara gue yang kerja disana. Makasih berat, ya Dan?!” Anjar menambahkan, tak kalah semangat. Hamdan tersenyum. Ia menatap ketiga temannya. Kemudian, Kamal mendekati Hamdan “Nah, sekarang bagian gue, Dan! Gue juga pingin sesuatu. Tapi nanti gue ngomong berdua aja ama elu ya?” Kamal akhirnya mengutarakan keinginannya. “oke! Feri, Anjar, sini! Ikut gue kedalem. Mau gue terangin sesuatu ke elu berdua” ajak Hamdan pada Feri dan Anjar. “elu disini dulu, Mal! Lu kan belom dapet apa yang lu mau” kata Hamdan.

Setelah masuk ke rumah Hamdan yang ketika itu kebetulan kosong, Hamdan menerangkan sesuatu pada Feri dan Anjar, “Gini, gue mau kasih tau rahasia yang sebener-benernye tentang ilmu gue itu ke elu berdua. Tapi lu jangan certain ini ke Kamal dulu. Nanti aja. Oke? Soalnya dia kan belom mengamalkan amalan-amalannya” feri dan Anjar mengangguk-angguk, “sebenernya, doa-doa yang gue kasih ke lu berdua itu, Cuma doa sehari-hari. Doa yang biasa dibacain buat aktifitas kita sehari-hari. Doa masuk n keluar wc, doa meninggalkan rumah, doa mau makan, doa mau belajar. Itu semua doa biasaa. Gak ada hubungannya ama keinginan lu berdua” “ooh..” Feri dan Anjar memperhatikan “trus yang sholat berjamaah, itu juga amal ibadah yang diperintahkan dari dulu. Gak hanya sekarang. Gue Cuma pingin lu berdua rajin sholat. Itu aja! Nah, mengenai tujuan lu masing-masing, hubungannya ada, tapi Cuma sedikit. Yang pasti gue pingin lu berdua jadi ibadah lagi…” “tapi kenapa berhasil?? Semuanya lagi! Gue n Anjar?!” sergah Feri, “itu dia, disini gue temuin fakta baru. Tadinya gue juga gak yakin bakal berhasil, tapi ternyata ada hubungannya antara keinginan lu, ‘ilmu’ dari gua, dan amalan-amalannya. ‘Ilmu baru’ gue dapet disini. Namanya ILMU YAKIN!” jawab Hamdan mantap. “apaan, tuh?” Tanya mereka serempak, “jadi, sebelum gue ngasih doa-doa n persyaratan buat mulusin rencana-rencana elu itu, Feri n Anjar kan belum punya keyakinan yang kuat kalo elu berdua pasti bisa, pasti berhasil. Nah, setelah elu berdua dapet ‘sesuatu’ dari gue, elu berdua baru YAKIN! Gue sebut sesuatu itu sebagai ‘sugesti’, setelah dapet sugesti itu, elu berdua jadi YAKIN. Dan sebebernya, ILMU YAKIN itu yang mengantarkan elu berdua pada keberhasilan masing-masing. Jadi, doa-doa n amalan dari gue itu sifatnya pendorong ke-YAKIN-an elu berdua, penambah ke-YAKIN-an akan keberhasilan rencana elu berdua, sugestif. Nah, ini juga yang mau gue kasih ke si Kamal. Makanya elu berdua jangan cerita-cerita dulu ama dia. Ok?” jelas Hamdan panjang lebar. “Ooh gitu… Oke deh.. jadi, intinya, mulai sekarang, apapun keinginan gue, gue harus YAKIN ya?” Tanya Anjar “yup! Dan juga usaha! Sama kaya tadi gue ngasih persyaratan ke elu berdua, plus doanya jangan lupa!” tambah Hamdan bersemangat. “oke deh…” jawab Feri n Anjar sambil keluar rumah. Stelah melihat Kamal yang duduk diluar rumah Hamdan, Mereka berdua tersenyum dan langsung pulang. “sukse buat lu, Mal!” kata Feri.

Kini, tinggal Kamal dan Hamdan berdua. Lalu, mulailah Hamdan melancarkan ‘aksinya’.. .. .. ( bisa ditebak ) J J J

11 December 2009

Pilihan Menentukan Keputusan


Kesempatan akan memberi kita pilihan. Pilihan kita adalah mengambil kesempatan itu atau tidak!

Ketika Anda bertemu dengan seseorang yang membuat Anda tertarik, apa yang akan Anda lakukan? Mungkin hanya sekedar memandangi saja, atau mengajak berkenalan dan ngobrol-ngobrol. Apapun yang Anda lakukan tidak menjadi masalah. Yang perlu Anda ingat adalah Anda telah diberikan kesempatan untuk bertemu dengannya, selanjutnya adalah pilihan apa yang harus Anda ambil. Pilihan akan selalu ada dalam setiap kesempatan. Bahkan ketika Anda berpikir bahwa pilihan Anda hanya tinggal satu-satunya, masih ada satu lagi yang bisa Anda ambil, yaitu tidak mengambil pilihan yang ada tersebut. Tidak mengambil pilihan, juga merupakan suatu pilihan.

Perasaan cinta, simpatik, tertarik akan datang dalam berbagai kesempatan pada kita. Mungkin Anda tidak mau mengambil kesempatan itu untuk menentukan pilihan. Dalam hati Anda berkata, “Saya belum menemukan pasangan jiwa saya”. Mungkin Anda benar, dan mungkin juga Anda salah. Tetapi Anda tidak bisa tahu, apakah dia memang pasangan jiwa Anda bila tidak pernah menentukan pilihan padanya. Hubungan bisa dimulai dan bisa juga diakhiri. Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untuk Anda. Tetapi sekali lagi, Anda boleh memilih untuk percaya atau tidak percaya, bahwa pasangan jiwa memang ada.

Saat Anda bertemu orang yang Anda anggap sebagai pasangan jiwa. Kesempatan telah menghampiri Anda. Dan selanjutnya, jika Anda memutuskan untuk mencintai orang tersebut, bahkan dengan segala kekurangannya, maka itu adalah pilihan. Bersama dengan seseorang walau apapun yang terjadi, bahkan ketika Anda menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya, daripada pasangan Anda, tetapi Anda tetap mencintainya, itulah pilihan. Pilihan yang baik, saya kira. Tetapi sebaliknya juga, saat Anda memutuskan untuk mengakhiri suatu hubungan dengan pasangan Anda, apapun itu alasannya, itu juga pilihan. Dan akan banyak orang yang mengatakan itu pilihan yang buruk. Tetapi baik atau buruk, semua akan tergantung pada kondisi Anda saat menentukan pilihan.

Berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu kutipan yang mungkin sangat tepat : “Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil “. Anda mungkin telah bersama dengan pasangan jiwa Anda sekarang ini. Anda telah membuat pilihan yang bagus. Tetapi masih ada pilihan selanjutnya menunggu Anda. Yaitu untuk tetap mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa Anda. Dan itu adalah pilihan yang harus kita lakukan. Pilihan CINTA SEJATI.

Dalam kehidupan, kita diberi kesempatan untuk menikmati kehidupan tetapi bagaimana cara kita untuk menjalaninya adalah pilihan yang harus kita tentukan. Setiap orang akan mengambil pilihan yang berbeda-beda dan itu semua akan saling melengkapi satu sama lain. Maka dalam hubungan dengan pasangan kita, masing-masing dari kita akan mengambil peran masing-masing untuk saling melengkapi. Saling memberi dan menerima. Bertumbuh bersama dengan dasar cinta sejati yang sudah kita miliki.

Sebuah ungkapan yang bagus untuk direnungkan: “Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, tetapi untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna”

Warning!!!: While you are reading this page, if someone appears in your mind, then.. ” You Are In Love With That Person”

Sumber : CeritaMotivasi
(from: Erno Putra Bangsa)
08 December 2009

Father (Behind True Story) Inspiratif, smoga!


Arul, teman saia bercerita tentang masa kecilya yang cukup mengharukan, tapi juga inspiratif, semoga!

Arul kecil, hidup bersama Ibu dan Ayahnya serta dua orang adik. Adik pertama sudah duduk di kelas III SD dan adik satunya masih kelas I. Memang keluarga yang “produktif”. Mereka tinggal di Jakarta, di daerah Kalibata. Keadaan ekonomi keluarga Arul bisa dibilang pas-pasan tapi tetap berkecukupan. Ayahnya seorang guru SD, tetapi Ia tidak mengajar di SD dimana Arul sekolah.

Sejak kelas IV SD, Arul sudah sering mendapat nasihat dari ayah dan ibunya. Nasihat-nasihat itu seperti medan magnet baginya untuk lebih baik lagi dalam hal belajar. Terutama agar lebih berprestasi dikelas. Ayahnya pun sering menasihati tentang kehidupan yang menurut Arul sendiri, Ia terlalu kecil untuk mencerna dan menerima nasihat itu. Tapi Ia terima dan Ia ingat-ingat selalu nasihat-nasihat dari ayahnya.

Salah satu nasihat yang paling sering di dengarnya dan pasti Ia ingat selamanya adalah, “Arul, kau ini akan pertama. Kau akan jadi contoh bagi adik-adikmu. Kau harus berprestasi di sekolah. Kau harus menjadi yang terbaik. Ayah dan Ibu akan bangga padamu jika kamu bisa dapat ranking pertama di kelas.”. nasihat yang umum. Tetapi juga merupakan “beban” bagi Arul yang saat itu masih duduk di kelas IV SD.

Tapi memang dasar anak kecil, kehidupan di Jakarta yang Ia alami, sama seperti anak-anak kecil lainnya, hanya bermain dan bermain. Sehingga untuk mendapatkan ranking pertama dikelas seperti nasihat ayahnya, memang seperti sulit Arul dapatkan. Walaupun Ia termasuk siswa cerdas di kelasnya.

Tetapi ayahnya seperti tak pernah lelah menasihati Arul. Bahkan sang ayah meng-iming-imingi akan memberikan sepeda jika Arul mendapat ranking pertama dikelas.

Selesai Catur Wulan ke III, ketika pengumuman kenaikan kelas dan ranking, Arul tidak ditemani ayah ibunya seperti anak-anak lainnya. Memang sudah sejak kelas III, Arul dididik oleh ayahnya supaya mandiri. Hari itu, ternyata Arul mendapat ranking ke III. Ia cukup senang. Tapi ketika diperlihatkan pada ayah dan ibunya, Ia seperti mendapat respon yang kurang menyenangkan (dalam persepsi Arul kecil). Pun ketika kelas V, Arul hanya mendapat ranking III (lagi).

Sehingga sejak saat itu, Arul kecil bertekad akan sungguh-sungguh belajar supaya mendapat ranking pertama seperti yang ayahnya inginkan. Dan terutama, Ia ingin ayah ibunya tersenyum bangga padanya.

Singkat cerita, Arul sudah duduk di kelas VI, dan sudah saatnya pengumuman kelulusan plus pengumuman ranking dan pengumuman siswa terbaik dikelas dan di sekolahnya. Ketika kepala sekolah mengumumkan siswa-siswa terbaik disekolahnya, Arul hanya duduk terdiam di barisan paling belakang. Karena lagi-lagi Ia tidak ditemani oleh orang tuanya seperti anak-anak lain.

Kepala sekolah mulai mengumumkan, “untuk siswa terbaik tahun ini, di menangkan oleh kelas VI B…” mendengar kalimat itu, Arul tersentak, “itu kelasku..” batinnya. “…dan didapatkan oleh… Arul Afikar Tahrani..” tepuk tangan pun bergemuruh. Tapi Arul masih bengong dengan pengumuman kepala sekolah tadi. Ia seakan tidak percaya. Ia senang tapi juga tegang, kaget dan tak percaya. Kemudian Ia maju ke atas panggung untuk mendapatkan piala serta buku raportnya. “Andai ayah ada disini…” batinnya.

Setelah turun, Arul bergegas menuju kelas dan mengambil tasnya, lalu langsung berlari menuju rumahnya yang hanya berjarak dua ratus meter dari sekolahnya. Didalam kepalanya sudah terlintas bermaca-macam bayangan. Tentang ayah dan ibunya yang akan bangga padanya, tersenyum padanya, memuji hasil usahanya, juga sepeda yang akan didapatkannya, dan masih banyak lagi bayangan-bayangan indah lainnya.

Ia sudah sangat-sangat tidak sabar ingin segera memberitahukan berita besar ini terutama pada ayahnya yang sering menasihatinya, saking hebat keinginannya, ketika dipanggil oleh Andi, temannya, Arul tak menoleh sedikitpun. Ia ingin segera pulang ke rumah.

Ketika sudah mulai dekat rumah, Arul memperlambat larinya. Ia melihat dari kejauhan banyak sekali orang berkerumun di rumahnya. Berkumpul di teras rumahnya. Ada pak RT, ada Om Iwan, semua keluarganya pun berkumpul, juga masyarakat sekitar. Arul yang masih euphoria dengan ranking pertama dan juara umum pun bingung. “ada apa ini..” kemudian Arul perlahan berjalan mendekati kerumunan disekitar rumahnya. Tiba-tiba om Iwan mendekatinya, lalu memeluknya. Om Iwan menangis. Arul kecil pun tambah bingung. Om Iwan memeluknya sangat erat. Kemudian menuntunnya ke dalam rumah. Tapi tidak melewati pintu depan yang saat itu dipenuhi banyak orang. Ia dibawa om Iwan lewat pintu belakang rumah. Disana pun Arul melihat banyak ibu-ibu yang sibuk membenahi kursi-kursi. Kemudian arul bertanya pada om Iwan, “ada apa, Om? Kok ramai sekali banyak oraang?” Om Iwan tidak menjawab, Ia malah menangis. Ketika sampai didalam rumah yang juga dipenuhi banyak orang, di ruang tengah, Arul melihat sesosok tubuh kaku terbungkus kain putih, disampingnya ada Ibu, sedang memeluknya. Menangisinya. Orrang-orang pun ada yang mengaji, berdoa, memandangi Arul dengan mata yang merah. Arul kecil kemudian bergumam “apakah itu ayah?” sambil menaruh tas dan ingin membuka isinya, termasuk buku raport dan piagam penghargaannya yang akan Ia tunjukkan pada ayah dan ibunya. Tapi om Iwan keburu membawa Arul ke kamar. Berkumpul bersama adik-adiknya… Arul masih terdiam, bingung, berpikir tapi tak tahu apa yang dipikirkannya, tak bisa bicara walau ingin sekali berteriak, Arul hanya duduk terdiam begitu lama. Ia pandangi tasnya…

***

Sekarang, Arul adalah mahasiswa ITB tingkat akhir. Beberapa bulan lagi Ia lulus dan di wisuda. Ia pun memiliki usaha sendiri. Karena Ibunya tak sanggup membiayainya sendirian. Bahkan sekarang Arul yang membantu ibunya membiayai adik-adiknya yang juga kuliah dengan usahanya itu. Sejak saat kematian ayahnya, Arul sudah bertekad untuk menjadi orang yang berhasil, berprestasi, mandiri, supaya bisa menjadi contoh bagi adik-adiknya, seperti yang selalu dinasihatkan ayahnya.

*semoga bermanfaat!

Buat Arul di bandung : Thanx, Brot! :D smoga hafalannya masih “terjaga”! :P

05 December 2009

Tuhan,, adakah??


Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.

Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang TUHAN…

Si tukang cukur bilang ”Saya tidak percaya kalau TUHAN itu ada”
“Kenapa kamu berkata begitu ?” tanya si konsumen.
“Begini, coba kamu perhatikan di depan sana, di jalanan. untuk menyadari bahwa TUHAN itu tidak ada”.

“Katakan kepadaku, jika TUHAN itu ada. Adakah yang sakit? Adakah anak-anak terlantar? Adakah yang hidupnya susah?”

“Jika TUHAN ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan”
“Saya tidak dapat membayangkan TUHAN Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi”.

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon apa yang dikatakan si tukang cukur tadi, karena dia tidak ingin terlibat adu pendapat.
Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar, kotor dan brewok, tidak pernah dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur tadi dan berkata :
“Kamu tahu, sebenarnya di dunia ini TIDAK ADA TUKANG CUKUR..!”

Si tukang cukur tidak terima, dia bertanya : ”Kamu kok bisa bilang begitu?” “Saya tukang cukur dan saya ada di sini. Dan barusan saya mencukurmu!”,,
“Tidak!”, elak si konsumen.

“Tukang cukur itu "TIDAK ADA! Sebab jika tukang cukur itu ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana,“, si konsumen menambahkan.,

“Ah tidak, tapi tukang cukur itu tetap ada!”,, sanggah si tukang cukur.
“Apa yang kamu lihat itu adalah SALAH MEREKA SENDIRI, mengapa mereka tidak datang kepada saya untuk mencukur dan merapikan rambutnya?,” jawab si tukang cukur membela diri.
“COCOK, SAYA SETUJU..!”, kata si konsumen.

“Itulah point utamanya! Sama dengan TUHAN”
“Maksud kamu bagaimana?” tanya si tukang cukur tidak mengerti.
Sebenarnya TUHAN ITU ADA ! Tapi apa yang terjadi sekarang ini.
Mengapa orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU mencari-NYA..?
Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.
Si tukang cukur terbengong !! Dalam hati dia berkata : “Benar juga apa kata dia…”

Sorce: http://www.isdaryanto.com
Theme images by andynwt. Powered by Blogger.

Blogger templates

 

© Kehidupan, All Rights Reserved
Design by Dzignine and Conceptual photography